Sultan Hasanuddin, Singa Dari Makassar yang Menentang Penjajahan Belanda

​Sultan Hasanuddin, seorang pahlawan nasional Indonesia, dikenal karena perjuangannya melawan VOC atau Perusahaan Hindia Timur Belanda.

Sultan-Hasanuddin,-Singa-Dari-Makassar-yang-Menentang-Penjajahan-Belanda

Beliau adalah penguasa ke-16 Kesultanan Gowa yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur karena kegigihan dan keberaniannya dalam pertempuran. Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya tentang seputaran CERITA’YOO.

tebak skor hadiah pulsa  

Kehidupan Awal dan Kenaikan Tahta Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin lahir pada 12 Januari 1631 di Makassar, Kerajaan Gowa, dengan nama lengkap I Mallombasi Daeng Mattawang Muhammad Baqir Karaengta Bonto Mangape. Beliau adalah putra kedua Sultan Malikussaid, raja Gowa ke-15, dan sejak kecil dididik secara intensif agar siap memimpin kerajaan. Kecerdasan dan keberaniannya menonjol dibandingkan teman sebayanya.

Pada usia 22 tahun, beliau resmi diangkat sebagai Raja Gowa dengan gelar Sultan Hasanuddin Ri Balla Rangkana, kemudian mengubah namanya menjadi Sultan Muhammad Hasanuddin Tuminanga ri Balla’pangkana. Kenaikan tahta ini merupakan amanah dari ayahnya sebelum wafat. Masa pemerintahannya dimulai pada 1653, saat VOC mulai memperluas monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia timur.

Sejak awal, Hasanuddin menunjukkan ketegasan dalam memimpin. Beliau mempersiapkan pemerintahan yang terorganisir, membina hubungan diplomatik, dan memperkuat pertahanan kerajaan. Visi strategisnya untuk melindungi Gowa dari pengaruh Belanda menjadi fondasi perjuangan sepanjang hidupnya.

Perjuangan Melawan Monopoli VOC

Sultan Hasanuddin memimpin Perang Makassar (1666–1669) melawan VOC, yang ingin memonopoli rempah-rempah di Hindia Timur. Konflik ini berakar dari perselisihan sejak 1616, termasuk pembantaian pelaut Belanda dan blokade perdagangan. Gowa menjadi satu-satunya kerajaan besar yang belum jatuh ke tangan Belanda.

Untuk menghadapi VOC, Hasanuddin memperkuat angkatan perang dan melibatkan ahli Eropa, termasuk Portugis dan Inggris yang masuk Islam. Benteng Sombaopu dibangun sebagai pertahanan utama, sementara armada Belanda menghadapi kesulitan dalam blokade pelabuhan Makassar pada 1654–1655. Perjanjian 1656 sempat menenangkan situasi, tetapi VOC tetap bersikeras memonopoli rempah-rempah, memicu konflik berlanjut.

Pada 1659, Hasanuddin menuntut VOC menghentikan serangan di wilayah timur Indonesia. VOC mengerahkan armada besar untuk menaklukkan Makassar dan berhasil merebut beberapa benteng, memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian baru. Meski begitu, perlawanan terus berlanjut dan Gowa harus menghadapi pemberontakan Bone yang dipimpin Arung Palakka, yang kemudian menjadi sekutu Belanda.

Baca Juga: Asal-Usul Prabu Sriwangi, Raja Bijaksana Yang Membawa Kemakmuran

Pertahanan Gowa dan Perjanjian Bongaya

Pertahanan-Gowa-dan-Perjanjian-Bongaya

Hasanuddin mempersiapkan pertahanan Makassar secara matang. Ia memperkuat benteng, menyegel garis pantai, dan mempertahankan kehadiran Portugis sebagai sekutu strategis. Keteguhan ini membuat pasukan VOC kesulitan dalam menyerang langsung, meski armada Belanda mencoba berbagai serangan antara 1666–1669.

Pengepungan Makassar berlangsung dua setengah tahun, dengan tentara VOC menghadapi wabah penyakit dan kesulitan logistik. Akhirnya, benteng Sombaopu jatuh pada 12 Juni 1669, menandai berakhirnya perlawanan militer langsung. Perjanjian Bongaya (18 November 1667) membatasi kedaulatan Gowa, tetapi Hasanuddin tetap menolak kompromi dengan Belanda.

Meski kalah, Sultan Hasanuddin menunjukkan kepemimpinan dan keberanian luar biasa. Beliau melepaskan tahta, menegaskan integritasnya, dan menjadi simbol perlawanan terhadap kolonialisme. Keputusannya mengutamakan prinsip di atas keuntungan politik menjadikannya pahlawan yang dihormati hingga kini.

Akhir Hayat dan Warisan Perjuangan

Sultan Hasanuddin wafat pada 12 Juni 1670 di usia 39 tahun dan dimakamkan di benteng Kale Gowa. Jasa-jasanya diakui pemerintah Indonesia dengan gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 1973, dan namanya digunakan sebagai Komando Daerah Militer di Makassar.

Warisan perjuangan Hasanuddin tetap hidup dalam semangat nasionalisme Indonesia. Ia berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di timur Indonesia, memperkuat pertahanan, dan menentang monopoli kolonial. Keberanian dan visi strategisnya menjadi inspirasi kepemimpinan dan patriotisme.

Sultan Hasanuddin dikenang bukan hanya sebagai raja, tetapi sebagai simbol perlawanan terhadap kolonialisme. Keteguhan, visi, dan reformasi militernya memobilisasi rakyat Gowa, memastikan keamanan, dan meninggalkan pelajaran penting tentang keberanian dan integritas bagi generasi berikutnya.

Manfaatkan juga waktu Anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi cerita horor terupdate lainnya hanya di CERITA’YOO.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Utama dari jatimnetwork.com
  • Gambar Kedua dari indonesiakaya.com

Similar Posts