Sejarah Kasada Bromo Salah Satu Upacara Adat Suku Tengger
Sejarah Upacara Kasada adalah salah satu tradisi yang kaya akan makna dan sejarah yang mendalam, yang berasal dari Suku Tengger.
Setiap tahun, masyarakat Tengger merayakan upacara ini sebagai ungkapan syukur kepada Sang Hyang Widhi, sebagai pemujaan kepada dewa-dewi, serta untuk memohon keselamatan bagi diri dan hasil panen mereka. Dalam artikel CERITA’YOO ini, kita akan menjelajahi sejarah, makna, dan pelaksanaan upacara Kasada, serta bagaimana ia membentuk identitas budaya masyarakat Tengger hingga saat ini.
Sejarah Suku Tengger
Suku Tengger adalah salah satu suku yang mendiami daerah sekeliling Gunung Bromo. Dikenal sebagai keturunan dari Kerajaan Majapahit, suku ini memiliki tradisi dan budaya yang kental, serta menganut agama Hindu-Dharma. Menurut legenda, Suku Tengger berasal dari Rara Anteng dan Jaka Seger, pasangan legendaris yang dihormati sebagai nenek moyang mereka.
Cerita ini menjadi bagian penting dari kepercayaan dan identitas masyarakat Tengger, sekaligus menjadi latar belakang bagi pelaksanaan Upacara Kasada. Pada zaman dahulu, Rara Anteng dan Jaka Seger berdoa kepada Sang Hyang Widhi untuk diberikan keturunan.
Mereka berjanji untuk memberikan pengorbanan kepada dewa jika dikaruniai anak. Setelah mendapatkan 25 anak, mereka tidak memenuhi janji tersebut yang membuat Dewa marah dan menyebabkan bencana di Gunung Bromo. Salah satu anak mereka, Raden Kusuma, hilang dan dianggap sebagai pengorbanan untuk menyelamatkan saudara-saudaranya.
Sejak saat itu, keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger melakukan sesajian selama bulan Kasada sebagai penghormatan kepada Raden Kusuma yang telah berkorban, yang kemudian menjadi dasar dari pelaksanaan Upacara Kasada.
Makna Upacara Kasada
Upacara Kasada memiliki makna yang sangat mendalam bagi masyarakat Suku Tengger, mencerminkan rasa syukur mereka kepada Sang Hyang Widhi atas hasil bumi yang melimpah dan permohonan untuk keselamatan serta keberkahan dalam kehidupan. Dalam praktiknya, upacara ini merupakan bentuk penghormatan kepada nenek moyang yang diyakini berkorban demi keselamatan dan keberlangsungan keturunan, khususnya Raden Kusuma.
Masyarakat Tengger percaya bahwa sesajian dan doa yang dipanjatkan selama upacara akan mendatangkan berkah serta perlindungan dari berbagai marabahaya. Selain itu, Upacara Kasada juga berfungsi sebagai momen untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga dan menjaga harmonisasi dengan alam.
Dalam proses pelaksanaan upacara, masyarakat terlibat dalam berbagai kegiatan, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan, yang semuanya menggambarkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Ini menunjukkan pentingnya solidaritas sosial dan kesadaran kolektif dalam menjaga tradisi dan lingkungan, sehingga Upacara Kasada bukan hanya sekadar ritual.
Baca Juga: Kisah Menakjubkan Siamang Putih: Penjaga Hutan Sumatera Barat
Pelaksanaan Upacara Kasada
Upacara Kasada dilaksanakan setiap tahun pada hari ke-14 bulan Kasada menurut penanggalan Jawa, yang biasanya jatuh pada bulan Juli. Ritual dimulai dengan pengambilan air suci di Gunung Widodaren, yang kemudian digunakan dalam serangkaian acara.
Masyarakat Tengger berkumpul di Pura Luhur Poten, tempat ibadah yang terletak di kaki Gunung Bromo, untuk memulai serangkaian ritual. Pelaksanaan upacara terdiri dari beberapa tahap, antara lain:
- Puja Purkawa: Tahapan awal di mana masyarakat melakukan puja untuk meminta bimbingan dan keselamatan.
- Manggala Upacara: Penandaan dimulainya upacara dengan mengundang semua elemen masyarakat untuk berpartisipasi.
- Ngulat Umat: Doa bersama yang dipimpin oleh pandita atau pemandu upacara. Di sini, masyarakat mempersembahkan doa kepada Sang Hyang Widhi.
- Tri Sandiya: Pembacaan mantra-mantra suci untuk memohon berkah dan perlindungan.
- Pembagian Bija: Penyebaran biji-bijian sebagai simbol harapan akan panen yang melimpah.
- Muspa: Sembahyang yang dilakukan di kawah Gunung Bromo, di mana hasil bumi dan hewan ternak dikorbankan sebagai sesajian.
- Lelabuhan Sesajen: Penghormatan terakhir di kawah Gunung Bromo dengan meletakkan sesaji yang berisi hasil pertanian dan hewan ternak. Proses ini dilaksanakan dengan berjalan dari Poten menuju kawah Bromo.
Ritual ini diakhiri dengan acara selamatan di desa masing-masing, di mana masyarakat berkumpul untuk merayakan hasil dari upacara yang telah dilaksanakan. Setiap tahapan memiliki makna dan simbolisme yang mendalam, mencerminkan kepercayaan dan harapan masyarakat Tengger.
Tradisi dan Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Tengger sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan Upacara Kasada. Upacara ini merupakan momen penting yang menyatukan masyarakat, membangun rasa kebersamaan, dan memperkuat identitas budaya mereka. Selama persiapan dan pelaksanaan upacara, masyarakat saling bergotong royong untuk memastikan segala sesuatunya berjalan lancar.
Tradisi pembuatan sesaji, seperti nasi tumpeng, kue, dan makanan khas lainnya, menjadi kegiatan sosial yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Ini juga menjadi waktu bagi keluarga untuk menceritakan sejarah dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi. Kegiatan seperti ini meningkatkan rasa saling pengertian dan keterikatan antarwarga.
Suku Tengger juga sangat menghargai kesederhanaan dan kejujuran, yang tercermin dalam cara mereka menjalani kehidupan sehari-hari. Masyarakat Tengger percaya bahwa upacara Kasada bukan hanya sekedar ritual, tetapi juga sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas berkah yang telah diterima serta usaha untuk hidup seimbang dengan alam.
Dampak Modernisasi dan Pelestarian
Dampak modernisasi terhadap Sejarah Kasada Bromo dapat terlihat dari perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat, terutama generasi muda yang lebih terpapar oleh budaya global melalui media dan teknologi. Banyak nilai tradisional yang mulai tergeser oleh gaya hidup modern, yang terkadang mengabaikan pentingnya warisan budaya.
Benda-benda teknologi dan akses informasi yang lebih luas telah membuat generasi muda lebih tertarik pada hal-hal baru, sementara tradisi yang telah ada sejak lama bisa terancam hilang karena kurangnya apresiasi dan pemahaman terhadap budaya lokal. Untuk menjaga kelangsungan Upacara Kasada, masyarakat Tengger dan berbagai pihak terkait aktif melakukan pelestarian melalui pendidikan dan promosi budaya.
Upaya ini meliputi penyelenggaraan workshop, seminar, dan acara budaya yang melibatkan generasi muda dalam prosesnya, sehingga mereka dapat memahami dan menghargai nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara tersebut. Selain itu, dengan mengintegrasikan elemen wisata budaya.
Sejarah Kasada Bromo dipromosikan sebagai daya tarik bagi wisatawan, sehingga tidak hanya menjaga kelestarian tradisi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar. Dengan demikian, pelestarian Upacara Kasada diharapkan dapat berlangsung seiring dengan perkembangan zaman, tanpa kehilangan esensi dan makna yang terkandung di dalamnya.
Kesimpulan
Sejarah Kasada Bromo merupakan cermin dari kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Suku Tengger. Melalui ritual ini, masyarakat Tengger tidak hanya mengekspresikan rasa syukur mereka kepada Sang Hyang Widhi, tetapi juga menjaga ikatan sosial dan identitas budaya mereka. Meskipun dihadapkan pada tantangan modernisasi, komitmen untuk melestarikan tradisi ini tetap kuat.
Kasada Bromo bukan hanya sekadar upacara, tetapi juga perjalanan spiritual dan sosial yang menghubungkan generasi demi generasi, serta memperkuat rasa cinta terhadap tanah air dan lingkungan. Dengan terus melaksanakan tradisi ini, diharapkan nilai-nilai dan pelajaran dari Upacara Kasada akan tetap dihargai. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih dalam lagi informasi Mengenai Sejarah Kasada Bromo.